Langsung ke konten utama

Berani Jujur Pecat!!!


KPK Republik Indonesia
Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia adalah lembaga negara yang dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. KPK bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya. 


Upaya pelemahan KPK terus berlanjut. Dari mulai revisi UU KPK menjadi UU No 19 Tahun 2019 yang meletakkan KPK di bawah rumpun eksekutif, hasil dari judicial review UU KPK yang dalam hal pengujiannya MK menganggap suara aspirasi masyarakat hanya merupakan bagian dari hak masyarakat untuk berpendapat, hingga 75 orang anggota KPK dengan kredibilitas yang bagus dalam jabatannya dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) dan diancam diberhentikan menjadi anggota KPK. Untuk mengenai penjelasanya beberapa orang anggota KPK bisa di tonton di youtubenya watchdoc_insta.


 17 September 2019 lalu, DPR ketok palu terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK melalui sidang paripurna. DPR dan pemerintah sepakat untuk merevisi sejumlah poin, termasuk di antaranya mengenai Dewan Pengawas KPK, adanya kewenangan Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3), serta perubahan status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Setelah revisi UU tersebut disahkan, sesuai dengan Undang-Undang No. 19/2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan PP No. 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, serta Peraturan KPK No. 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN, BKN menyelenggarakan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai KPK menjadi ASN.

TWK diselenggarakan sejak 18 Maret hingga 9 April 2021 dan diikuti oleh sebanyak 1.351 pegawai KPK. Rabu (5/5) lalu, KPK mengumumkan hasil asesmen sebagai berikut: pegawai yang Memenuhi Syarat (MS) sebanyak 1274 orang, pegawai yang Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak 75 orang, dan pegawai yang Tidak Hadir Wawancara sebanyak dua orang. Dari total 75 pegawai yang tidak lolos tersebut, KPK menyatakan bahwa 24 pegawai di antaranya masih akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi ASN, walau masih ada kemungkinan didepak jika tidak lolos. Sedangkan 51 pegawai lainnya dianggap sudah “merah” dan tidak bisa dibina lagi sehingga akan segera diberhentikan.

Pemberhentian 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus TWK ini menimbulkan beberapa permasalahan, salah satunya adalah mandeknya pengusutan perkara-perkara besar, seperti kasus korupsi dana bansos, KTP-Elektronik, suap pajak, dan ekspor benih lobster.

Selain perubahan status pegawai, hasil revisi UU KPK juga mengatur sejumlah tugas dan kewenangan Dewas. Dikutip dari CNN Indonesia, rincian tugas dan kewenangan Dewas KPK adalah sebagai berikut.

• Mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi;

• Memberikan izin atau tidak memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan/atau penyitaan;

• Menyusun dan menetapkan kode etik Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi;

• Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini;

• Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi; dan

• Melakukan evaluasi kinerja Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi secara berkala satu kali dalam satu tahun


Dalam tahap pelaksanaannya, KPK juga kembali dilemahkan dengan pemberlakuan SP3. Pemberlakuan SP3 ini akan memudahkan para pelaku korupsi untuk bebas dari tuntutan pidana korupsi jika kasusnya tidak dapat ditemukan titik terangnya selama dua tahun. Selanjutnya, SDM KPK juga dilemahkan dengan diberlakukanna TWK dan menghasilkan 75 orang anggota KPK yang berintegritas dinyatakan tidak lulus TWK dan diancam diberhentikan sebagai anggota KPK.

Budi mengatakan, “Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 sebagai starting point, pada akhirnya semuanya akan menjadi kekuasaan eksekutif. Dan kekuasaan eksekutif tertinggi ada di tangan Presiden. Dengan demikian lembaga yang berada di bawahnya akan lebih mudah dikooptasi dan dipengaruhi, serta sistem kebijakannya menjadi terpusat,” tutupnya. (EDN/RS)

Referensi

https://www.kpk.go.id/id/berita/siaran-pers/2146-pengumuman-hasil-asesmen-tes-wawasan-kebangsaan-pegawai-kpk

https://peraturan.bpk.go.id

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191220173845-20-458773/rincian-tugas-dan-wewenang-dewan-pengawas-kpk

https://www.uii.ac.id/upaya-pelemahan-kpk-terus-berlanjut/


Komentar