Aroma masa lalu itu menyambutku dengan meriah, Kala aku berkunjung ke Sekolah SMA dulu. Tas eiger lepas tali pengaitnya, kamu datang sambil bernyanyi lagu Nadin Amizah "Sorai" yang terus diulang dibagian reffnya, ajakan ke kantin, dan sakit hati ini tidak terjadi harusnya.
Kenalkan, aku Permasari. Itu bukan nama komplek perumahan ya, panggil saja sari. Perkataan itu terlontar begitu saja seolah tak ada beban untuk mengucapkannya. Dan aku masih ingat satu kejadian penting dihidupku pun hidupmu waktu itu, ya, di SMA.
Sebenarnya aku bosan mengulang cerita dua manusia yang tak bisa menjadi satu. Tapi aku selalu yakin, sore itu bukanlah pertemuan terakhir kita. Kita berjanji, sore itu bukan yang terakhir, menangis di jalan pulang, sambil membenarkan tas yang tali pengaitnya lepas, di angkutan umum. Kalian tahu tali itu lepas karena apa? Salah, bukan karena kita berantem. Karena dia terkelikir saat berjalan ke kantin yang pada saat itu sekolah sangat sepi, memang waktunya kegiatan belajar. Tapi pukul sembilan, aku malah baru datang, ya, kesiangan. Bahkan kantin sepi sekali, kamu masih ingat nama si teteh yang jaga di kantin dekat ruang osis? Teh Teti yang jadi saksinya. Es krim serta bentuk kalah lainnya yang bertarung memperebutkan posisi yang layak untuk berada di sampingnya. Tapi posisi itu akulah keluar sebagai pemenangnya.
Ceritanya gini, aku berjalan menuju kelas sebelas Mipa satu, ya benar dekat dengan kelasku dulu, disuruh mengambil tong sampah. Setengah perjalanan turun dari jembatan penyebrangan yang banyak menelan korban berjatuhan, yang kalau hujan minta ampun licinnya. Nah, dia datang sambil bernyanyi lagu Nadin Amizah "Sorai" yang terus diulang dibagian reffnya. Mau tahu reffnya? "Kau memang manusia sedikit kata, bolehkah aku yang berbicara, kau memang manusia tak kasat rasa, biar aku yang mengemban cinta." Jangan dipaksa sambil bernyanyi juga dong hey bacanya. Seraya bernyanyi itu, dibagian lirik "bolehkah aku yang yang berbicara" mulutnya seolah masuk ke telinggaku, keras sekali, nyaring dan euh gaenak hahaha. Sampai-sampai iya tak sadar, ada tangga yang licin membuatnya terkelikir dan tangannya memegang tali pengait tasku yang lepas dan dia terjatuh. Sakit katanya, mau ku antar balik ke kelasnya di blok Ips, tapi dia gamau.
Pak Ade yang datang dari arah berlawanan, tidak usah diceritakan ya perihal Pak Ade. Oke, kalau gamau ke kantin berarti aku harus bawa dia ke Uks, ya dengan harapan bisa sedikit mengurangi rasa perihnya. Melewati Kang Hilman dan Pak Asep SK, juga Pak Yuri yang tersenyum melihatku yang mengandeng dia, hahaha. Tapi apa, dia malah mengajak ke kantin, pengen minum dan beli apa itu namanya, makanan yang digoreng berukuran kayak baso tapi bukan baso apasih, itulah, ya. Kita duduk, ada space tuh di belakang ruang osis, ya mengumpat takut Bu Findri kontrol karena ya beliau bagian piketnya. Kita ngobrol sampai aku dapat nomor WhatsAppnya, kalian tahu? Dia tidak sampai di sana bertingkah yang membuatku diam-diam tersenyum dan lupa akan hukumanku, yang seharusnya aku mengambil tong sampah.
Jam Istirahat tiba, kita masih di kantin. Bisa gawat ini kalau ada adik kelas yang tahu, atau teman-teman kelasku. Gawat deh, bisa-bisa jadi gosip. Tapi keberuntungan memihak kepadaku kali ini, aku dipanggil Pak Yopi. Katanya gini, Sahal kamu ikut nanti hari rabu sama yang lain buat wakilin sekolah di turnamen cabang olahraga bola voli, tepatnya di Kota Sukabumi, lupa aku namanya tempatnya. Aman, gumamku. Tak lama aku balik lagi ke kantin, tapi kantin sudah beda suasananya yang tadinya sepi, sekarang rame banget. Cari dia kok gaada, mau nanya ke temannya malu, dikira apa nanti. Akhirnya aku memutuskan ke Uks, ya minta obat maag sekalian memastikan dia ada atau enggak. Oh, ternyata ada, mendengar suaraku dia langsung mengacungkan jempol, ah hahaha buyar deh sedikit cemasku.
Dia itu anak IPS tak kuberi tahu siapapun soal dia, termasuk pacarku yang sekarang. Hanya aku dan dia, mungkin. Tapi tidak menuntut kemungkinan Pak Yuri tahu soal ini, juga Kang Hilman. Tanyakan saja padanya, kalau kalian kepo itu juga. Oke, lanjut deh.
Pulang sekolah aku yang biasanya hari jumat ini jumsih (jumat bersih) bersama yang lain, kebetulan itu aku masih Ketua salah satu ekstrakulikuler di Sekolah. Tapi ini aku malah ikut ekstra Olahraga yang bagian piketnya di parkiran atas, ya dekat dengan kelasnya. Meski bukan kelas yang kalian maksud heyyyy. Hahaha. Tapi, dia malah tak keluar kelas, padahal ini sudah jam empat sore. Wah, kenapa ya? Apa dia ngerjain Tugas? Atau kumpulan ekstranya? Oke gapapa jangan cemaskan dia. Baru saja pertama dekat udah cemas berlebihan. Jangan deh, jangan gitu, gabaik berlebihan. Batinku seolah-olah berkata.
Selepas Jumsih, aku langsung ke warung Mamih. Sebatang dulu lah, sebelum dilanjutkan untuk sekadar bertemu dia. Seperti biasa warung Mamih penuh dengan kepulan asap bebal yang terkenang oleh mereka yang ada di dalamnya. Aku yang mulai berjalan keluar dari warung. Aku pulang duluan, ya. Makasih. Langsung aku bales dengan gerakan kepala dan tangan yang sedikit mengangkat. Untung gak ada yang ngeliat, oh ada. Cctv yang mengarah langsung ke warung Mamih. Kalau hidup, cctv itu jadi saksinya.
*****
Aku enggak pulang malam ini, tapi tidur di kostan temanku, Roy namanya.
Kenalkan, aku Permasari. Itu bukan nama komplek perumahan ya, panggil saja sari. Perkataan itu terlontar begitu saja seolah tak ada beban untuk mengucapkannya. Dan aku masih ingat satu kejadian penting dihidupku pun hidupmu waktu itu, ya, di SMA.
Sebenarnya aku bosan mengulang cerita dua manusia yang tak bisa menjadi satu. Tapi aku selalu yakin, sore itu bukanlah pertemuan terakhir kita. Kita berjanji, sore itu bukan yang terakhir, menangis di jalan pulang, sambil membenarkan tas yang tali pengaitnya lepas, di angkutan umum. Kalian tahu tali itu lepas karena apa? Salah, bukan karena kita berantem. Karena dia terkelikir saat berjalan ke kantin yang pada saat itu sekolah sangat sepi, memang waktunya kegiatan belajar. Tapi pukul sembilan, aku malah baru datang, ya, kesiangan. Bahkan kantin sepi sekali, kamu masih ingat nama si teteh yang jaga di kantin dekat ruang osis? Teh Teti yang jadi saksinya. Es krim serta bentuk kalah lainnya yang bertarung memperebutkan posisi yang layak untuk berada di sampingnya. Tapi posisi itu akulah keluar sebagai pemenangnya.
Ceritanya gini, aku berjalan menuju kelas sebelas Mipa satu, ya benar dekat dengan kelasku dulu, disuruh mengambil tong sampah. Setengah perjalanan turun dari jembatan penyebrangan yang banyak menelan korban berjatuhan, yang kalau hujan minta ampun licinnya. Nah, dia datang sambil bernyanyi lagu Nadin Amizah "Sorai" yang terus diulang dibagian reffnya. Mau tahu reffnya? "Kau memang manusia sedikit kata, bolehkah aku yang berbicara, kau memang manusia tak kasat rasa, biar aku yang mengemban cinta." Jangan dipaksa sambil bernyanyi juga dong hey bacanya. Seraya bernyanyi itu, dibagian lirik "bolehkah aku yang yang berbicara" mulutnya seolah masuk ke telinggaku, keras sekali, nyaring dan euh gaenak hahaha. Sampai-sampai iya tak sadar, ada tangga yang licin membuatnya terkelikir dan tangannya memegang tali pengait tasku yang lepas dan dia terjatuh. Sakit katanya, mau ku antar balik ke kelasnya di blok Ips, tapi dia gamau.
Pak Ade yang datang dari arah berlawanan, tidak usah diceritakan ya perihal Pak Ade. Oke, kalau gamau ke kantin berarti aku harus bawa dia ke Uks, ya dengan harapan bisa sedikit mengurangi rasa perihnya. Melewati Kang Hilman dan Pak Asep SK, juga Pak Yuri yang tersenyum melihatku yang mengandeng dia, hahaha. Tapi apa, dia malah mengajak ke kantin, pengen minum dan beli apa itu namanya, makanan yang digoreng berukuran kayak baso tapi bukan baso apasih, itulah, ya. Kita duduk, ada space tuh di belakang ruang osis, ya mengumpat takut Bu Findri kontrol karena ya beliau bagian piketnya. Kita ngobrol sampai aku dapat nomor WhatsAppnya, kalian tahu? Dia tidak sampai di sana bertingkah yang membuatku diam-diam tersenyum dan lupa akan hukumanku, yang seharusnya aku mengambil tong sampah.
Jam Istirahat tiba, kita masih di kantin. Bisa gawat ini kalau ada adik kelas yang tahu, atau teman-teman kelasku. Gawat deh, bisa-bisa jadi gosip. Tapi keberuntungan memihak kepadaku kali ini, aku dipanggil Pak Yopi. Katanya gini, Sahal kamu ikut nanti hari rabu sama yang lain buat wakilin sekolah di turnamen cabang olahraga bola voli, tepatnya di Kota Sukabumi, lupa aku namanya tempatnya. Aman, gumamku. Tak lama aku balik lagi ke kantin, tapi kantin sudah beda suasananya yang tadinya sepi, sekarang rame banget. Cari dia kok gaada, mau nanya ke temannya malu, dikira apa nanti. Akhirnya aku memutuskan ke Uks, ya minta obat maag sekalian memastikan dia ada atau enggak. Oh, ternyata ada, mendengar suaraku dia langsung mengacungkan jempol, ah hahaha buyar deh sedikit cemasku.
Dia itu anak IPS tak kuberi tahu siapapun soal dia, termasuk pacarku yang sekarang. Hanya aku dan dia, mungkin. Tapi tidak menuntut kemungkinan Pak Yuri tahu soal ini, juga Kang Hilman. Tanyakan saja padanya, kalau kalian kepo itu juga. Oke, lanjut deh.
Pulang sekolah aku yang biasanya hari jumat ini jumsih (jumat bersih) bersama yang lain, kebetulan itu aku masih Ketua salah satu ekstrakulikuler di Sekolah. Tapi ini aku malah ikut ekstra Olahraga yang bagian piketnya di parkiran atas, ya dekat dengan kelasnya. Meski bukan kelas yang kalian maksud heyyyy. Hahaha. Tapi, dia malah tak keluar kelas, padahal ini sudah jam empat sore. Wah, kenapa ya? Apa dia ngerjain Tugas? Atau kumpulan ekstranya? Oke gapapa jangan cemaskan dia. Baru saja pertama dekat udah cemas berlebihan. Jangan deh, jangan gitu, gabaik berlebihan. Batinku seolah-olah berkata.
Selepas Jumsih, aku langsung ke warung Mamih. Sebatang dulu lah, sebelum dilanjutkan untuk sekadar bertemu dia. Seperti biasa warung Mamih penuh dengan kepulan asap bebal yang terkenang oleh mereka yang ada di dalamnya. Aku yang mulai berjalan keluar dari warung. Aku pulang duluan, ya. Makasih. Langsung aku bales dengan gerakan kepala dan tangan yang sedikit mengangkat. Untung gak ada yang ngeliat, oh ada. Cctv yang mengarah langsung ke warung Mamih. Kalau hidup, cctv itu jadi saksinya.
*****
Aku enggak pulang malam ini, tapi tidur di kostan temanku, Roy namanya.
Oh iya, perihal tulisan Si Derana (di label lamunan yang panjang). Itu nanti aku lanjut, ini sudah aku tulis bagian ke empat. Tapi perlu teman-teman ketahui ya, menulis itu butuh energi dan imajinasi tinggi, dan pastinya waktu. Sampe sekarang saya masih gabisa dipaksa, nunggu mood aja.
baru baca atasnya udah disesatin, eh IPS HAHA
BalasHapusWaduhh
Hapus🗡️ semangat kesatria
BalasHapus