Sandiwarakah selama bulan ini. Hampir disetiap
minggunya kita bertemu. Kalau harus jujur, sepi hariku tanpa dirimu itu sudah
mampu untuk menghalaunya. Apalagi genap sudah dua tahun. Tetiba kamu muncul lagi
tanpa rasa bersalah, seakan memeluk erat dan berisik padaku, “aku masih butuh
kamu, jangan pergi.” Kan anjing. Padahal setiap kita bertemu pun tidak ada
obrolan yang serius. Meminum kopi, makan, bahkan nonton film di bioskop
terdekat. Tidak lebih dari itu. Tapi entah mengapa tiap malam kepala riuh bak
kamu sedang bermain-main di taman pikiranku.
Asal kamu tahu, aku sekarang tak punya hati untuk
menyakitimu. Aku sudah tak punya hati untuk mencintaimu. Lagi. Karena kutahu
kamu masih bersamanya. Bagaimana mestinya, membuatmu jatuh lagi padaku? Sampai
kamu sadar aku sudah berubah. Masa aku harus bikin puisi bak Whiji Thukul pada
sang rezim dulu. Atau aku harus seperti Sumitro jadi diplomat ulung,
meloby-loby agar semuanya bisa kepicut. Atau bahkan mesti jadi bapak
proklamator, biar menggelegar suaraku samapai menggema di hatimu? Harus jadi
siapa lagi, kalau jadi diri sendiri aku selalu diabaikan. Jadi tempat kamu
pulang waktu kamu lagi cape dan hilang arah. Aku bukan lelaki bodoh. Aku
mending diacuhkan olehmu dan mengganggapku tak ada. Dan jangan janjikan kamu
selalu ada. Muak dan bosan mendengarmu.
Tapi, aku membayangkan. Seumpamanya ada kesempatan
yang sama seperti dulu lagi. Seandainya.
*****
Julimu akan ramai, ucap bang Romi the jahat dalam
lirik lagunya. Benar sekali aku tubuh lebih baik, lebih ramai dari biasanya. Dewasa
ini, mending pulang lebih awal. Pulang kembali ke dalam diri untuk sekadar
memberi jeda dibulan yang sangat ramai ini. Banyak sekali orang yang kutemui;
memeluk dan menciumku yang terontar dari ucapan mereka. Aku dikuatkan oleh
sekitar, merasakan hangat kehadiranku tentunya. Energi cepat habis pastinya. Tapi,
aku jadi tahu. Aku ini tipikal orang yang seperti apa ketika dihadapkan oleh ekspektasiku
juga ekspetasi mereka terhadap keadaan yang ada diantara aku dan mereka.
Pertama, aku punya kelainan yang sulit sekali
dikontrol. Indra penglihatan, pendengaran dan pengucapanku kadang tidak
singkron. Yah, itu dialeksia. Meski sulit, apalagi dibulan ini aku banyak bicara
di khalayak ramai. Untungnya, aku tahu bagaimana cara untuk mengatasinya. Jelas
tak ada yang tahu, ada yang cukup peduli mungkin ketika improvisasiku keliru
bahkan ada juga yang mengolok-mengolok. Jelas-jelas aku bukan apa-apa, apalagi harus
disebut siapa-siapa.
Kedua, dibulan ini aku meluangkan waktu nonton film “sore;
istri dari masa depan’’. Selama film itu diputar, yang kurasakan tidak jelas
dan tak tahu ini rasa apa yang sedang aku rasakan. Namun, aku percaya satu hal
setelah langkah pertama keluar dari bioskop itu. Saat dewasa aku akan mengerti
meski kadang sakit menerima kenyataan yang pahitnya ini melebihi empedu hahaha.
Satu hal itu ialah, waktu tidak bisa diputar lagi ternyata yang sudah kulalu. Maka
sederhananya, aku harus berubah untuk mengurangi hal-hal yang nggak produktif
bagi pikiran tentunya bagi kesehatan mental dan fisikku ini. Belajar menghargai
waktu, mengejar seperlunya, memberi jarak, mengambil jeda, membebaskan alam
raya yang kecewa ini untuk berkompromi denganku secukupnya.
Selanjutnya aku agak emosional mendengar efek rumah
baca dan rumah kaca yang terjadi begitu cepat menyusunku ke neraka. Sedotan plastik
yang terlalu banyak kupakai, adik tingkat yang tiba-tiba sudah sidang skripsi. Oh
jelas itu menggangguku. Tapi, tapi aku lagi-lagi selalu berdamai dengan
kemalasan ini. Fshjkalpdihcjnsmxlas;dsjn capek. Aku baru nulis agak serius lagi
ini, lama nggak baca buku, padahal sebentar lagi kan ituuu yah (ytta). Hahahha.
Intinya gini, siapapun kamu, tolong pastikan dibulan agustus besok, jangan
sungkan ingetin aku SKRIPSI dengan segala perintilannya. Kalau bisa tiap hari
pastiiinnnnnnnnnnnnn. Segitu dulu, jumpa dimanapun untuk kamu yang ingin
berubahan.
Perunggu, feast,
taylor swift, hindia, sal priadi, nadin amizah, raisa, lomba sihir, sheila on 7,
romi jahat, lana del rey dan barasuara.
Komentar
Posting Komentar