Sandiwarakah selama bulan ini. Hampir disetiap minggunya kita bertemu. Kalau harus jujur, sepi hariku tanpa dirimu itu sudah mampu untuk menghalaunya. Apalagi genap sudah dua tahun. Tetiba kamu muncul lagi tanpa rasa bersalah, seakan memeluk erat dan berisik padaku, “aku masih butuh kamu, jangan pergi.” Kan anjing. Padahal setiap kita bertemu pun tidak ada obrolan yang serius. Meminum kopi, makan, bahkan nonton film di bioskop terdekat. Tidak lebih dari itu. Tapi entah mengapa tiap malam kepala riuh bak kamu sedang bermain-main di taman pikiranku. Asal kamu tahu, aku sekarang tak punya hati untuk menyakitimu. Aku sudah tak punya hati untuk mencintaimu. Lagi. Karena kutahu kamu masih bersamanya. Bagaimana mestinya, membuatmu jatuh lagi padaku? Sampai kamu sadar aku sudah berubah. Masa aku harus bikin puisi bak Whiji Thukul pada sang rezim dulu. Atau aku harus seperti Sumitro jadi diplomat ulung, meloby-loby agar semuanya bisa kepicut. Atau bahkan mesti jadi bapak proklamator, bi...
Lelaki yang patah hati pada dunia (maya)